Tarif Pajak Bumi dan Bangunan (PBB) yang dikutip Pemko Medan terus
menuai protes. Banyak kalangan meminta agar segera direvisi karena
terlalu tinggi sampai 150 persen sehingga merugikan iklim investasi.
Seorang
pengusaha properti, Freddy berkomentar, kenaikan PBB menurutnya
boleh-boleh saja, tetapi harus bertahap. Mulai dari di bawah 50 persen,
karena bila langsung 150 persen jelas akan menghambat pertumbuhan
pemukiman. “Karena hal utama yang terpikirkan adalah membayar PBB yang
nilainya relatif besar,” ungkapnya, Minggu (15/4).
Untuk itu ia berharap agar segera direvisi, karena bila dihitung
bisa mencapai Rp450 ribu nilai PBB yang harus dibayarnya untuk satu ruko
miliknya dengan ukuran tanah 12x25 meter dengan bangunan banguannya
ukuran 4,30x16 meter yang ketinggiannya tiga lantai.
“Sekitar
Rp450 ribulah biaya PBB yang harus dibayar, padahal tahun lalu hanya
Rp200 ribu,” tuturnya. Sementara itu, pengurus PSMTI Medan, Tan Ardi
menganggap kenaikan PBB sampai 150 persen merupakan tindakan tidak
profesional.
“BBM tidak jadi naik, eh malah PBB yang
dinaikkan. Itu artinya sama saja,” tuturnya. Kemudian, Wakil Dewan
Pertimbangan Real Estate Indonesia (REI), Raya Timbul Manurung
membandingkan perbedaan antara nilai PBB yang harus dibayar masyarakat
pada 2011 dimana saat itu masih dipungut Dirjen Pajak dengan tahun 2012
langsung oleh Pemerintah Kota (Pemkot), meski dasar hukumnya sama.
Dijabarkan
Timbul rumusan nilai pungutan PBB pada 2011 rumusan nilai jual kena
pajak (NJKP) 20 persen dikali PBB yang terhutang 0,5 persen atau 1 per
mil. Sementara pada 2012 langsung dikalikan dengan pajak terhutang
sebesar 2 per mil. “Jadi yang saya lihat di rumusan itu adalah hanya
dasar hukumnya saja yang sama, tapi rumusnya berbeda dan bagi hasil
juga. Jadi kenapa harus dinaikkan lagi, diharapkan untuk segera
direvisi. Jangan memberatkan masyarakat,” ucapnya dengan tegas.
Timbul
membayangkan, bagaimana rumitnya pengusaha untuk membayar PBB tersebut.
Ada banyak mall, plaza, hotel dan gedung bertingkat lainnya yang
memiliki luas lahan besar serta lantai lebih dari dua. Begitu juga
dengan BUMN, seperti PT Angkasa Pura, jalan tol, PT Pelindo serta
perumahan dinas yang luasnya ratusan hektare.
“Artinya mereka
harus bayar pajak dengan nilai bisa ratusan miliar. Itukan jelas
memberatkan. Bahkan bisa menumbangkan mereka,” sebutnya.
Selain
itu, Timbul mencium gelagat yang salah (somethig wrong) dari naiknya
PBB tersebut. Pasalnya bila dihitung dari jumlah banyaknya mall, plaza,
hotel dan gedung bertingkat serta luasan hektare perusahaan BUMN, nilai
yang bisa dicapai dari kutipan PBB saja bisa hingga sebesar Rp1,3
triliun hingga Rp1,5 triliun.
“Kalau kita hitung betul-betul,
pencapaian nilai PBB jelas akan lebih dari angka target Rp300 miliar.
Saya merasakan ada something wrong. Bila dia buat rumus 2-3 permil dan
dilihat semua plaza, mall dan gedung bertingkat, tutup mata saja sudah
bisa dihitung nilai yang dapat terkutip dari pajak saja bisa mencapai
Rp1,3 triliun sampai Rp1,5 triliun pendapatannya,” katanya mengakhiri.
0 Komentar:
Posting Komentar