Senin, 07 Mei 2012

PERPAJAKKAN

Tarif Pajak Bumi dan Ban­gunan (PBB) yang dikutip Pem­ko Medan terus menuai protes. Banyak kalangan meminta agar segera direvisi karena terlalu tinggi sampai 150 per­sen se­hingga merugikan iklim investasi.

Seorang pengusaha properti, Freddy berkomentar, kenai­kan PBB menurutnya boleh-boleh saja, tetapi harus bertahap. Mulai dari di bawah 50 persen, karena bila langsung 150 persen jelas akan menghambat pertumbuhan pemukiman. “Karena hal utama yang terpikirkan adalah membayar PBB yang nilainya relatif besar,” ungkapnya, Minggu (15/4).

Untuk itu ia berharap agar segera direvisi, karena bila dihitung bisa mencapai Rp450 ribu nilai PBB yang harus dibayarnya untuk satu ruko miliknya dengan ukuran tanah 12x25 meter dengan bangunan banguannya ukuran 4,30x16 meter yang ketinggiannya tiga lantai.

 “Sekitar Rp450 ribulah biaya PBB yang harus dibayar, padahal tahun lalu hanya Rp200 ribu,” tuturnya. Semen­tara itu, pengurus PSMTI Medan, Tan Ardi menganggap kenaikan PBB sampai 150 persen merupakan tindakan tidak profesional.

“BBM tidak jadi naik, eh malah PBB yang dinaikkan. Itu artinya sama saja,” tuturnya. Kemudian, Wakil Dewan Pertimbangan Real Estate Indonesia (REI), Raya Timbul Manurung membandingkan perbedaan antara nilai PBB yang harus dibayar masyarakat pada 2011 dimana saat itu masih dipungut Dirjen Pajak dengan tahun 2012 langsung oleh Pemerintah Kota (Pemkot), meski dasar hukumnya sama.

Dijabarkan Timbul rumusan nilai pungutan PBB pada 2011 rumusan nilai jual kena pajak (NJKP) 20 persen dikali PBB yang terhutang 0,5 persen atau 1 per mil. Sementara pada 2012 langsung dikalikan dengan pajak terhutang sebesar 2 per mil. “Jadi yang saya lihat di rumusan itu adalah hanya dasar hukumnya saja yang sama, tapi rumusnya berbeda dan bagi hasil juga. Jadi kenapa harus dinaikkan lagi, diharapkan untuk segera direvisi. Jangan memberatkan masyarakat,” ucapnya dengan tegas.

Timbul membayangkan, bagaimana rumitnya pengusaha untuk membayar PBB tersebut. Ada banyak mall, plaza, hotel dan gedung bertingkat lainnya yang memiliki luas lahan besar serta lantai lebih dari dua. Begitu juga dengan BUMN, seperti PT Angkasa Pura, jalan tol, PT Pelindo serta perumahan dinas yang luasnya ratusan hektare.

“Artinya mereka harus bayar pajak dengan nilai bisa ratusan miliar. Itukan jelas memberatkan. Bahkan bisa menumbangkan mereka,” sebutnya.

Selain itu, Timbul mencium gelagat yang salah (somethig wrong)  dari naiknya PBB tersebut. Pasalnya bila dihitung dari jumlah banyaknya mall, plaza, hotel dan gedung bertingkat serta luasan hektare perusahaan BUMN, nilai yang bisa dicapai dari kutipan PBB saja bisa hingga sebesar Rp1,3 triliun hingga Rp1,5 triliun.

“Kalau kita hitung betul-betul, pencapaian nilai PBB jelas akan lebih dari angka target Rp300 miliar. Saya merasakan ada something wrong. Bila dia buat rumus 2-3 permil dan dilihat semua plaza, mall dan gedung bertingkat, tutup mata saja sudah bisa dihitung nilai yang dapat terkutip dari pajak saja bisa mencapai Rp1,3 triliun sampai Rp1,5 triliun pendapatannya,” katanya mengakhiri.

0 Komentar:

Posting Komentar